jitu69 slot

    Release time:2024-10-08 21:18:56    source:kode alam kelabang   

jitu69 slot,buku mimpi walet,jitu69 slotJakarta, CNN Indonesia--

Sudah malang melintang di belantika horor Indonesiasejak dekade '80-an, para ustaz dan pemuka agama memiliki perkembangan peran dalam perjalanan cerita genre horor di layar lebar.

Perkembangan karakteristik para ustaz ini muncul di tengah kehadirannya yang sulit ditepis dari dunia horor lantaran lanskap budaya masyarakat Indonesia yang didominasi umat Muslim.

Lihat Juga :
Review Film: Pemukiman Setan

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Bagi orang-orang yang beriman, untuk melawan itu harus ustaz yang dipandang sebagai rajin beribadah, dekat dengan Tuhan, dan bersih hatinya sehingga bisa melawan," kata Ekky.

Gambaran Ekky itu terlihat dari bagaimana sosok ustaz musuh setan digambarkan di layar lebar. Secara tradisional, mereka kerap digambarkan sebagai ahli agama dengan kemampuan spiritual lebih tinggi dibanding manusia biasa.

Pocong the Origin"Orang-orang Indonesia pada umumnya lebih takut dengan pocong, kuntilanak, santet, dan pelet segala macam. Itu karena kita dekat secara kultural dengan itu," ujar Jurusan Film Binus University Ekky Imanjaya. (dok. Starvision Plus via YouTube)

Kemiripan juga terdapat pada penggambaran fisik dalam cerita. Ustaz biasanya seorang laki-laki berusia lanjut yang memakai baju koko, kopiah, berkalung serban, dan selalu memegang tasbih.

Ustaz atau karakter sejenisnya kemudian hadir ketika teror setan semakin mencekam. Mereka lalu menjadi penyelamat dalam cerita setelah mengalahkan setan.

Pemuka agama juga kerap memberi petuah atau pesan-pesan keagamaan kepada karakter lain yang terlibat dalam konflik cerita.

Kiki Narendra sebagai Ustaz Mahmud di Pengabdi Setan 2: CommunionKiki Narendra sebagai Ustaz Mahmud di Pengabdi Setan 2: Communion:. Kemiripan juga terdapat pada penggambaran fisik dalam cerita. Ustaz biasanya seorang laki-laki berusia lanjut yang memakai baju koko, kopiah, berkalung serban, dan selalu memegang tasbih. (Screenshot dari Instagram @kikinarend )

Homogen ke Heterogen

Nuansa tradisional karakter ustaz tersebut paling kental saat era 1980-an. Penggambaran itu dirawat negara melalui aturan Kode Etik Produksi Film Nasional.

Pilihan Redaksi
  • Sutradara Singgung Peluang Garap Exhuma 2
  • Deret Kontroversi Film Kiblat: Poster hingga Teguran MUI
  • Sinopsis Ronggeng Kematian, Arwah Penari Hantui 4 Mahasiswa

Kode Etik Produksi Film Nasional itu mengatur supaya alur cerita film selalu mengarah kepada ketakwaan dan pengagungan terhadap Tuhan, seperti yang dikutip dari penelitian Van Heeren (2007), Return of the Kyai: Representations of Horror, Commerce, and Censorship in Post-Suharto Indonesian Film and Television.

"Dialog, adegan, visualisasi, dan konflik-konflik antara protagonis dan antagonis dalam alur cerita seharusnya menuju arah ketakwaan dan pengagungan terhadap Tuhan YME," bunyi salah satu ayat Kode Etik Produksi Film Nasional yang dirilis pada 1981.

Berkat Kode Etik itu, Ustaz kemudian menjadi pilar penting yang nyaris selalu ada dalam semua film 1980-an hingga 1990-an dan menciptakan homogenitas karakter ustaz pada masa itu.

Perubahan baru terjadi saat masa Orde Baru berakhir. Ustaz tidak lagi menjadi karakter yang wajib hadir dalam film horor. Kemunculan ustaz juga menjadi heterogen dan mempunyai kontribusi berbeda dalam setiap cerita.

Lanjut ke sebelah...

Pengamat perfilman dan budaya pop Hikmat Darmawan memberikan setidaknya tiga contoh film yang menggambarkan ustaz secara disruptif.

Sebut saja Pengabdi Setan (2017) versi Joko Anwar, Qorin (2022), dan Qodrat (2022). Film-film itu menampilkan karakter ustaz dengan peran, nasib, hingga latar belakang yang berbeda dari model tradisional.

Lihat Juga :
Review Film: Di Ambang Kematian

"Kalau di film Joko Anwar, Pengabdi Setan, tokoh agama kehadirannya juga belum tentu mengalahkan setan," ujar Hikmat Darmawan. "Ada yang model Qodrat. Itu dia dari ritus ruqyah. Itu kan dibikin jadi superhero,"

"Yang menarik sebetulnya Qorin, karena Qorin itu di pesantren perempuan, isu perempuannya bagus," sambung Hikmat. "Di sisi lain, digambarkan juga penjahatnya kiai muda yang melenceng."

Penggambaran ustaz yang semakin beragam itu menandakan kebebasan proses kreatif sineas. Sutradara ramai-ramai menampilkan karakter ustaz dengan tujuan yang beragam.

Arswendi Bening Swara sebagai pak Ustaz di Pengabdi Setan (2017)Arswendi Bening Swara sebagai pak Ustaz di Pengabdi Setan (2017). (dok. Rapi Films via IMDb)

Beda Joko Beda Awi

Joko Anwar, lewat Pengabdi Setan (2017) dan Pengabdi Setan 2 (2019), selalu menampilkan ustaz sebagai karakter yang bernasib malang. Kedua film itu memperlihatkan ustaz tewas secara tragis dengan penyebab masing-masing.

Saat berbincang dengan CNNIndonesia.com, ia mengaku keputusan itu diambil karena Joko Anwar ingin menggambarkan ustaz sebagai figur yang tidak sempurna. Mereka tetap dapat mati jika keimanannya tidak kuat.

Pilihan Redaksi
  • Film Siksa Neraka Dilarang Tayang di Malaysia dan Brunei Darussalam
  • 5 Fakta Soal Death Whisperer, Film Horor Laris Thailand
  • Sinopsis Pemukiman Setan, Nahas Nasib Perampok Rumah Tua

Di sisi lain, Joko juga berusaha menekankan pentingnya manusia memiliki iman yang kuat serta tidak bergantung kepada selain Tuhan.

"Kalau di film saya yang harus ditekankan itu kita sebagai umat kita harus punya iman yang tebal dan beribadah secara kuat," ujar Joko Anwar.

"Karena kalau kita mengandalkan orang lain, termasuk ustaz, ya jangan. Kan kitanya yang harus berserah diri kepada Allah, beribadah kepada Allah," lanjutnya.

Jalan berbeda diambil Awi Suryadi, sutradara di balik waralaba Danur, KKN di Desa Penari (2022), dan Kisah Tanah Jawa: Pocong Gundul (2023).

Dalam kesempata terpisah, Awi justru tidak pernah menyelipkan karakter ustaz karena menghindari salah interpretasi. Namun, Awi tetap menghadirkan karakter lain yang kerap membantu karakter utama melawan setan.

Lihat Juga :
Review Film: Kisah Tanah Jawa: Pocong Gundul

Sutradara itu biasanya menampilkan karakter "penyelamat" lewat sosok orang pintar atau bahkan hanya mengandalkan karakter utamanya saja.

"Solusi masalah di film-film horor saya itu enggak pernah yang memanggil ustaz, ustaznya mengalahkan hantunya. Kalau itu kita enggak pernah, karena saya takut salah sejujurnya," ujar Awi Suryadi kepada CNNIndonesia.com.

"Jadi dari Danur, KKN, kita enggak pernah ada ustaz, kita bilangnya orang pintar aja." lanjutnya.